Bupati Bantah, Saat Ini Kondisi Keuangan Pemkab Pangandaran Alami Defisit Hingga Rp800 Milyar


PANGANDARANNEWS.COM
- Menanggapi pernyataan Wakil Ketua DPRD Pangandaran Jalaludin di sebuah media on line yang mengatakan Pemerintah Kabupaten Pangandaran saat ini mengalami defisit keuangan hingg Rp 800 Milyar, langsung mendapat tanggapan dari Bupati Pangandaran Jeje Wiradinata.

Melalui telepon celullernya pada sejumlah awak media, Jeje menyampaikan,  sebenarnya ia selalu mendengarkan pendapat atau kritik dari siapapun, termasuk aspirasi ataupun dinamika politik yang beredar di Kabupaten Pangandaran.

Jeje mengakui memang saat ini kondisi keuangan Pemkab Pangandaran mengalami devisit, tapi tidak sebesar Rp 800 miliar.

"Itu tidak benar jika devisit kita sebesar itu," terang Jeje lewat telepon celullernya kepda sejumlah awak media. (10/05)

Saat dilantik menjadi Bupati Pangandaran tahun 2021 atau untuk periode keduanya, menurutnua, tentu ia bersama wakil bupati mempunyai kewajiban harus membuat Rancangan Pembangunan Jangka Menengah Daerah  (RPJMD) sebagai komitmen Pangandaran mau dibawa kedepan dalam kepemimpinanya. 

Seharusnya kata Jeje ia menjabat Bupati Pangandaran untuk periode 2021-2026, sehingga RPJMD tersebut asumsinya harus diselesaikan dalam kurun wakti 5 tahun sehingga rangkaian sebuah kebijakan itu jelas ujungnya.

"Seperti  berapa kilo meter  jalan yang jarus dibangun, berapa laju pertumbuhan ekonomi dan lain-lain, dan ini tertuang juga dalam janji-janji kami saat kampanye," ucapnya.

Ada dua hal, menurutnya yang oa hadapi. Pertama ketika dilantik menjadi bupati untuk periode kedua, saat itu dalam kondisi sedang Pandemi Covid-19 sehingga seluruh hampir seluruh konsep kebijakan pun harus disesuaikan dengan kondisi Covid-19, diantaranya anggaran pun harus difokusan pada penanganan pandemi.

"Dan yang kedua ternyata masa bakti saya menjadi Bupati Pangandaran dipangkas hanya sampai tahun 2024 saja, yang seharusnya selesai di tahun 2026," ungkapnya.

Dengan dipangkasnya masa jabatannya, Jeje menyebut pihaknya pun harus berpikir keras melakukan terobosan-terobosan bagaimana merancang kebijakan pada saat kondisi yang tidak normal saat pandemi .

Konsekwensinya, ucap Jeje, saat itu tidak ada pilihan yang mengenakan. Karena jika ingin normatif sekali sesuai dengan kondisi, seperti misalnya karena tidak ada uang karena anggaran dialihkan papa penangan covid maka tidak ada pembangunan dan hanya ada biaya rutin gajih ASN.

"Dan itu saja kemampuan kita saat itu," jelas Jeje.

Dan karena faktor pandemi tersebut, imbuhnya, pendapatan pun menjadi turun. Sementara kalau pendapatan turun maka kemampuan untuk membiayai kebijakan yang dirancang pun menjadi  sangat kecil.

"Ini fakta, jika program bisa dipadatkan tapi keuangan tentu tidak bisa dipadatkan," tegasnya.

Sehingga pilihannya pun kalau terus sesuai aspek normatif dan tidak ada pilihan, maka tentu tidak akan ada pertumbuhan ekonomi. 

"Namun sekarang pertumbuhan ekonomi di Pangandaran terbaik se Priangan, dan tingkat pengangguran juga terkecil," ungkapnya lagi.

Kembali ke persoalan defisit,  maka dicari jalan tengah yang tidak terlalu membebani APBD tapi harapannya semua bisa berjalan sehingga terjadi defisit.

Namun defisitnya tidak sebesar Rp 800 miliar seperti yang disampaikan di media on line,   hanya Rp 70 Milyar.

"Dan tahun ini pun akan terbayar semua, hanya untuk melunasi itu kita akan mengajukan pinjaman," pungkasnya. (hiek)

Related

berita 966441630920546176

Posting Komentar

emo-but-icon

item