DOEL SUMBANG : “BUDAYAWAN BISA MENJADI TRANSLETER PEMERINTAH”

PANGANDARAN-Secara geografis Kabupaten Pangandaran berada pada perbatasan antara Propinsi Jawa Barat dan Jawa Tengah, tentunya ini menjadi dinamika tersendiri dalam pengembangan budaya yang berkembang di Pangandaran. Kekayaan ragam kesenian pun sudah tentu akan berbaur bahkan saling mengisi satu dengan lainnya.

Demikian dikatakan seorang seniman sunda asal Bandung, Doel Sumbang di sela-sela konser music dalam acara Napak Jagad Pasundan dalam rangkaian Milangkala memperingati Hari Jadi Kabupaten Pangandaran ke 5 beberapa waktu lalu.

“Jika saya lihat Kekurangan Pangandaran di mata saya, belum adanya tempat atraksi kesenian yang reguler , artinya, pemerintah harus mengeluarkan regulasi itu agar wisatawan yang datang kesini bisa menikmati suguhan berbagai atraksi khas pangandaran. “ungkap Kang Doel, sapaan akrabnya.
.
Dikatakan Doel, gedung pertunjukan yang representatif harus ada, karena kesenian juga bisa menjadi daya tarik para turis.

Hanya persoalannya, lanjut Doel, lama tinggal (long stay) wisatawan yang datang ke Pangandaran rata-rata singkat, karena kalau mereka hanya datang untuk waktu beberapa jam saja, berarti kurang oiptimal.

“Nah tinggal bagimana kita mengusahakan agar wisatawan yang datang kesini bisa stay 5-6 hari, karena dengan sendirinya mereka pun akan “membuang” uangnya di Pangandaran akan lebih banyak. “ujarnya lagi.

Disoal caranya, Doel mengatakan, semua yang mereka suka harus ada disini. Seperti one shop shoping, performence serta kehidupan dunia malam.

Dan seharusnya, masih kata Doel, budaya Pangandaran bisa dijual, karena khususnya wisatawan mancanegara (wisman), mereka tidak mencari apa yang ada di negaranya. Mereka bosan menyaksikan band karena mereka justru  akan tertarik nonton tarian tradisional, nonton kaulinan urang lembur. Dan  itu jauh lebih menarik, tetapi tentunya semua kesenian tradisional harus dipackaging dengan baik, artinya kostumnya harus baik blockingnya lebih ditata dan seterusnya.

“Jika kita melihat tari kecak yang ada di Bali itu kan ritual, kemudian bule memberi inisiatif, blockingnya dibuat sedemikian rupa sampai menarik, itu yang saya maksud. ”jelasnya.
Doel pun membayangkan, ia bisa menikmati secangkir kopi di warung-warung  sambil mendengarkan orang main angklung, perkusi, gamelan, dan itu jauh akan lebih hidup.

Menurut Doel, ini sangat mungkin bisa terjadi di Pangandaran, karena lahannya siap keindahan pantainya sangat menarik. Sekarang tinggal mensinergikan seluruh stakeholder, baik pemerintah, masyarakat dan swasta, visinya harus sama.

Dan pemerintah yang dalam bahasa harfiahnya pelayan. Presiden, Gubernur, Bupati itu bukan raja, tapi pelayan masyarakat yang memang tugasnya melayani masyarakat. Membuat masyarakat sejatera, bahagia, sesuai keinginan masyarakat yang positif.

“Dan tugas budayawan harus peduli dulu pada persoalan kebudayaan secara universal bukan hanya kesenian. Karena membuang sampah juga itu merupakan budaya. Demo, korupsi  sekarang sudah jadi budaya. “kata Doel.

Kepada budaya yang positif, pemerintah harus care serta memberi ruang gerak. Jika pemerintah mengatakan, hey kudu aya calung..., dimana tempat latihannya, mana alatna, karena dengan semua itu budayawan pun baru bisa bergerak.

Kalau pemerintah hanya bisa meminta kepada masyarakat, sudah jelas masyarakat sekarang tidak bisa memberi lebih. Mengapa pemerintah bisa memberi, karena pemerintah bisa menganggarkan itu, dan kalau sudah ada anggarannya, masyarakat juga jangan terus menghilang begitu saja.

“Intinya, membangun Pangandaran yang paling mendasar adalah bagaiman bupati dengan masarakat bisa berdialog setiap saat, menjadi teman, sahabat, teman curhat, untuk membuat Pangandaran hebat. “terangnya.

Karena begini, lanjut Doel lagi, jika Pangandaran bagus itu bukan untuk bupati. karena bupati itu periodik, 1-2 periode sudah hilang akan diganti bupati berikutnya, tapi masyarakat seluruh Kabupaten Pangandaran tetap tidak berganti, bupatinya 5 kali ganti, masyarakatnya tetap yang itu.

“Jadi mulai sekarang dan ke depan tidak membangun proyek, tapi membangun prosfek, membangun segala sesuatu untuk jangka panjang. “uajr Doel lagi.

Lalu apa yang harus dilakukan budayan untuk ikut berkontribusi pada pembangunan dearah, Doel pun bererita saat ia dicap sebagai pembangkang malah sebagai konsekwensinya, ia pun sering merasakan dinginnya ruangan sel. Menurutnya, saat itu ia habis-habisan “menghantam” pemerintah hingga ia nyaris lupa pemerintah yang sedang duduk bekerja itu memang seharusnya dibantu, kecuali pemerintah menyalahi semua aturan, itu ditentang. Pemerintah sudah betul ada pada relnya, mengerjakan tugas negara dengan baik, dan masyarakat harus membantu termasuk budayawan.

“Dan Pa Jeje sebagai bupati, tentunya tidak akan bisa bekerja sendiri mengatasi ini kalau masyarakatnya tidak ikut pro aktif. “tegasnya.

Dan jika bertanya siapa yang paling bisa bicara dengan publik, tentunya dari kalangan budayawan, karena bahasanya jauh lebih luwes. Menurut Doel, budayawan atau seniman bisa dimanfaatkan menjadi transleter pemerintah.

Pemerintah ingin menyampaikan kebijakannya, silahkan sampaikan lewat  kesenian, kearifan budaya lokal, dan mungkin itu akan lebih smoot.
(hiek)

Related

berita 2430668948698809312

Posting Komentar

emo-but-icon

item