Cara Islam Menjaga Kestabilan Harga

Oleh : Tawati 

Harga-harga di dalam negeri selalu berpotensi naik setiap menjelang puasa dan lebaran, kenaikan ini terjadi akibat melonjaknya permintaan yang cukup tinggi pada waktu yang bersamaan. Seperti, pekan pertama bulan puasa di tatar galuh Ciamis harga cabai melambung tinggi hingga mencapai Rp40.000 dari sebelumnya. Harga cabai merah, pada awal bulan puasa hanya Rp50.000 per kilogram, naik menjadi Rp90.000. Demikian pula cabai rawit domba dan cabai hijau besar yang semula Rp40.000, naik menjadi Rp80.000 per kilogram.

Kenaikan harga-harga bisa dipengaruhi oleh dua faktor: faktor mekanisme pasar dan selain faktor mekanisme pasar. Faktor mekanisme pasar adalah faktor penawaran dan permintaan. Ketika penawaran berkurang, karena stok berkurang atau minim, atau karena permintaan naik drastis, maka harga akan naik. Faktor itu memang ada, tetapi tampak tidak terjadi secara alami.

Kenaikan harga-harga tampaknya justru lebih banyak dipengaruhi oleh selain faktor mekanisme pasar. Yaitu, lebih banyak dipengaruhi oleh faktor penerapan sistem kapitalisme. Di dalam sistem kapitalisme subsidi dianggap haram. Ketika subsidi dikurangi maka harga otomatis naik. Di dalam sistem kapitalisme pula, negara harus seminimal mungkin turut campur dalam perekonomian. Peran negara cukup menjadi regulator (pengatur) saja.

Kenaikan harga juga bisa dipengaruhi karena melemahnya nilai kurs rupiah. Ini jelas berkaitan dengan banyak sistem, seperti sistem moneter dan fiskal; juga berkaitan perdagangan, produksi, ekspor impor, investasi, finansial dan lainnya.

Harga adalah hasil pertukaran antara uang dengan barang. Secara alami, harga ini ditentukan oleh supplay and demand (penawaran dan permintaan). Karena itu, jika barang yang ditawarkan jumlahnya melimpah, sedangkan permintaannya sedikit, maka harga akan turun. Jika barang yang ditawarkan jumlahnya sedikit, sedangkan permintaannya besar, maka harga akan naik.

Dengan demikian, harga akan mengikuti hukum pasar. Karena, hukum pasar tersebut ditentukan oleh faktor supplay and demand, maka untuk menjaga stabilitas harga di pasar, faktor yang harus diperhatikan oleh negara adalah faktor supplay and demand ini. Keseimbangan antara supplay and demand harus selalu diperhatikan oleh negara, sehingga harga tersebut benar-benar stabil.

Ketika harga barang naik, orang berpikir sederhana, agar tidak naik, maka pemerintah harus turun tangan, mematok harga. Pandangan ini sepintas benar, meski faktanya tidak. Dengan mematok harga, memang harga bisa stabil pada waktu tertentu, tetapi cara ini justru menyebabkan terjadinya inflasi. Karena, diakui atau tidak, pematokan harga ini mengurangi daya beli mata uang.

Karena itu, Islam mengharamkan negara untuk mematok harga. Harga, justru oleh Islam dibiarkan mengikuti mekanisme pasar, supplay and demand. Ketika zaman Nabi, saat harga barang-barang naik, para sahabat datang kepada Nabi SAW meminta agar harga-harga tersebut dipatok, supaya bisa terjangkau. Tetapi, permintaan tersebut ditolak oleh Nabi, seraya bersabda, “Allah-lah yang Dzat Maha Mencipta, Menggenggam, Melapangkan rezeki, Memberi Rezeki, dan Mematok harga.” (HR Ahmad dari Anas). Dengan begitu, Nabi tidak mau mematok harga, justru dibiarkan mengikuti mekanisme supplay and demand di pasar.

Ketika Nabi mengembalikan kepada mekanisme pasar, bukan berarti negara kemudian sama sekali tidak mengurusi. Tentu tidak. Hanya saja, tentu turun tangannya bukan dengan mematok harga, namun dengan cara lain. Cara, yang tidak merusak persaingan di pasar.

Jika kenaikan harga barang itu terjadi, karena faktor supplay yang kurang, sementara demand-nya besar, maka agar harga barang tersebut bisa turun dan normal, negara bisa melakukan campur tangan pasar dengan menambah supplay barang. Cara ini jelas tidak merusak pasar. Justru sebaliknya, menjadikan pasar tetap selalu dalam kondisi stabil. Kondisi ini bisa terjadi, karena boleh jadi di suatu wilayah telah mengalami krisis, bisa karena faktor kekeringan atau penyakit, yang mengakibatkan produksi barangnya berkurang. Akibatnya, supplay barang-barang di wilayah tersebut berkurang.

Untuk mengatasi hal ini, negara bisa menyuplai wilayah tersebut dengan barang-barang yang dibutuhkan dari wilayah lain. Kebijakan seperti ini pernah dilakukan oleh Umar, ketika wilayah Syam mengalami wabah penyakit, sehingga produksinya berkurang, lalu kebutuhan barang di wilayah tersebut disuplai dari Irak.

Jika kenaikan barang tersebut terjadi, karena supplay yang kurang, akibat terjadinya aksi penimbunan (ihtikar) barang oleh para pedagang, maka negara juga harus melakukan campur tangan dengan menjatuhkan sanksi kepada pelaku penimbunan barang. Sanksi dalam bentuk ta’zir, sekaligus kewajiban untuk menjual barang yang ditimbunnya ke pasar. Dengan begitu, supplay barang tersebut akan normal kembali.

Jika kenaikan barang tersebut terjadi, bukan karena faktor supplay and demand, tetapi karena penipuan harga (ghaban fakhisy) terhadap pembeli atau penjual yang sama-sama tidak mengetahui harga pasar, maka pelakunya juga bisa dikenai sanksi ta’zir, disertai dengan hak khiyar kepada korban. Korban bisa membatalkan transaksi jual-belinya, bisa juga dilanjutkan.

Inflasi terkait dengan daya beli mata uang, baik terhadap barang maupun jasa. Inflasi terjadi, bisa karena faktor mata uangnya, yang memang nilainya bisa berubah. Jika perubahan nilai mata uang tersebut karena nilai intrinsiknya, maka untuk menjaga stabilitas mata uang, sehingga inflasinya nol, tak ada cara lain, kecuali dengan menggunakan standar mata uang emas dan perak.

Inflasi juga bisa terjadi, karena uang yang ada dianggap tidak cukup untuk melakukan transaksi, akibat nilai nominalnya berkurang. Kondisi ini bisa diselesaikan, dengan diberlakukannya kebijakan larangan mematok harga dan jasa. Dengan begitu, uang yang tersedia akan selalu cukup untuk memenuhi kebutuhan akan barang dan jasa.

Ketika harga barang dan jasa tersebut naik, misalnya, sementara daya beli masyarakat rendah, dengan sendirinya demand-nya berkurang. Jika demand-nya berkurang, maka harga barang dan jasa tersebut, dengan sendirinya akan turun. Begitu seterusnya, hingga akhirnya mata uang yang tersedia selalu cukup untuk memenuhi kebutuhan barang dan jasa.

Kebijakan mencetak uang, ketika daya beli masyarakat rendah, karena jumlah uang yang beredar di tengah masyarakat sedikit, bukan meningkatkan daya beli masyarakat, justru mengakibatkan terjadinya inflasi. Karena jumlah mata uang yang banyak beredar di tengah masyarakat, ditambah dengan mata uang yang sudah ada sebelumnya, akan semakin menambah jumlah mata uang. Jika jumlah mata uang bertambah, otomatis akan terjadi inflasi. Karena, itu artinya, nilai mata uang tersebut turun.

Inilah langkah-langkah yang bisa dilakukan oleh negara di dalam sistem Islam dalam mengendalikan harga barang dan jasa.

Wallahu a'lam bishshawab…

*penulis adalah Muslimah Revowriter Majalengka


Related

berita 1867602312461727274

Posting Komentar

emo-but-icon

item