KOMENTAR BUPATI PANGANDARAN TENTANG PROSESI LARUNG HAJAT LAUT


PARIGI-Masyarakat harus bisa membedakan mana yang dikatakan budaya dan perbuatan yang akan mengganggu aqidah beragama. Dan sebagian masyarakat yang tahu tentang itu, jangan memberikan pemahaman yang salah pada masyarakat lainnya.

Demikian dikatakan Bupati Kabupaten Pangandaran, H. Jeje Wiradinata saat diminta komentarnya tentang prosesi larung yang dilakukan sebagian masyarakat dalam acara Syukuran Nelayan.

“Prosesi yang dilakukan dalam acara syukuran nelayan dengan membuang sesaji dan kepala kerbau, itu perbuatan syirik. “Ungkap Jeje saat ditemui PNews usai mengikuti rapat persiapan milangkala di aula Setda Pangandaran.(7/10).

Menurut Jeje lagi,  ia sangat paham sekali tentang hajat laut karena sejak kecil, menurut Jeje, ia sangat akrab dengan kehidupan nelayan.

“Orangtua saya nelayan pangandaran. “ Jelas Jeje.

Jadi, imbuh Jeje, apa pun alasannya, dengan melarung (membuang-red) sesaji ke tengah laut pada acara pesta syukuran nelayan, tetap dilarang dalam agama islam.

Lebih jauh Jeje mengatakan, ketika masih kecil, ia bertekad suatu hari nanti, jika saja suatu saat nanti mampu merubahnya, ia  akan mengubah kebiasaan yang sering dilakukan nelayan tersebut. Saat itu ia hanya bisa sedih dan menyesalkan ketika melihat hajat laut yang biasa dilakukan tiap tahun, selalu ada acara melarung sesaji.

Jeje mengakui, ia yang lahir dan dibesarkan oleh orang tua sebagai nelayan. Dan pesta syukuran nelayan yang setiap tahun dilaksanakan ini merupakan hajatnya seluruh nelayan dalam rangka mensyukuri nikmat dan anugerah dari Tuhan.

Jadi kalau sekarang ia tidak melakukan larung sesaji ke tengah laut, karena sebagai anak nelayan, menuurut Jeje, ia punya kewajiban moral untuk meluruskan hal-hal yang dipandang kurang tepat bagi nelayan.

“Subtansi acara syukuran nelayan sendiri adalah untuk mensyukuri apa-apa yang telah diberikan Tuhan dari laut pada nelayan. “Katanya. (hiek)

Related

berita 2881945353704693022

Posting Komentar

emo-but-icon

item