H. JEJE WIRADINATA: “MASYARAKAT HARUS SABAR, PEMERINTAH BARU BERJALAN 3 BULAN”

PANGANDARAN-Beberapa kebijakan strategis yang digulirkan Pemerintah Daerah Kabupaten Pangandaran mendapat persolan saat inflementasi di lapangan. Seperti yang terjadi saat digulirkan program  AMS (Ajengan Masuk Sekolah) yang mendapat penolakan dari MK2MD FKDT Kecamatan Padaherang dan elemen yang terkait dengan pendidikan islam lainnya.

Menurut Dian Kuswanto, Ketua MK2MD FKDT Kecamatan Padaherang, AMS berpotensi menimbulkan permasalahan antar ajengan yang ada di daerah. “Kenapa pemda tidak memberdayakan guru PAUD yang sudah ada ? “Tanya salah seorang guru PAUD asal Dusun Bojongjati Desa Pananjung.

Ditambahkannya lagi, apakah ajengan mempunyai pola pendidik yang sama dengan guru ? “Jadi kakalu memang ada anggaran untuk AMS, lebih baik disalurkan saja untuk para guru PAUD yang bisa diberdayakan sebagai pendidik yang memang sudah teruji sebagai pendidik siswa. “Ujarnya.

Lain lagi dengan  program Wajib Belajar yang mengratiskan biaya pendidikan 12 tahun.  Program ini pun belum sepenuhnya bisa terealisasi, pasalnya Pemerintah Daerah belum menghitung berapa estimasi anggaran yang diperlukan untuk program tersebut.

Ada sekitar 39.556 siswa SD/MI, 19.509 siswa SLTP dan 11.562 yang ada di tingkat SLTA tersebar di 10 kecamatan dan hingga sekarang pemda belum memperoleh angka yang pasti, berapa anggran pemerintah daerah harus dikeluarkan untuk program wajar  gratis 12 tahun.

 “Betul, kami belum menghitung berapa kebutuhan anggaraan untuk pendidikan gratis 12 tahun tersebut. “Ungkap Wakil Bupati pangandaran, H. Adang Hadari saat ditemui usai mengikuti acara pembentukan Forum Kewaspadaan Dini Masyarakat (FKDM) Kesbangpolinmas di Hotel rahayu 4 (13/4).

Menurut salah seorang Kepala Sekolah SMP di Kecamatan Parigi, estimasi untuk pendidikan gratis di tingkat SLTP dibutuhkan biaya sekitar Rp 700 ribu per siswa/tahun. “Tinggal dikalikan saja, berapa pemda harus mengeluarkan anggaran untuk tingkat SLTP saja. “Ungkapnya.

Begitu juga dengan program raskin gratis yang membuat desa harus berpikir keras untuk menambah biaya oprasional yang minim. Seperti yang dikatakan Kepala Desa Ciparanti Kecamatan Cimerak, Adang Suherman, pihaknya harus menambah biaya oprasional dalam pendistribusian raskin untuk bisa sampai pada masarakat penerima. “Biaya yang ada Rp 200 per kilogramnya jelas sangat kurang jika dibanding dengan ongkos jarak tempuh dari desa ke rumah RT yang ada di Desa Ciparanti. “Ungkap Adang.

Dikatakan Adang, untuk menutupi kekurangan tersebut pihak desa pun berinisiatif mengambil biaya dari APBDes yang bersumber dari PADes. Sebab selain ongkos kirim, desa pun harus mengeluarkan biaya pembelian kantong plastik, dan jelas itu akan mengganggu pos lain di APBDes. “Saya berharap, ke depan pemda bisa menambah biaya oprasional raskin menjadi Rp 400 sehingga untuk biaya tersebut tidak perlu mengambil dari APBDes lagi. “Kata Adang lagi.

Masalah kesehatan pun sama, saat pemda menggulirkan biaya pengobatan gratis di puskesmas ternyata masih ada puskesmas yang mengutip retribusi, seperti yang dikatakan Tartli warga Kecamatan Langkaplancar. Hanya karena berobat pada puskesmas di kecamatan yang beda ia pun  dikenakan biaya. “Saya heran, pengobatan gratis kan tatarannya kabupaten. masa karena saya berobat di luar Kecamatan Langkaplancar harus mengeluarkan biaya…”Ujar Tarli.

Selain masih belum sepenuhnya gratis, masalah pelayanan kesehatan pun dirasakan masarakat tidak optimal dan terkesan tidak profesional. Seperti diungkapkan Andis Sose, warga Desa Pangandaran.  Andis  menyayangkan, niat baik pemerintah menggratiskan biaya kesehatan tidak dibarengi dengan SDM paramedis yang ada di tiap-tiap puskesmas. “Jika nanti puskesmasnya setarap dengan hotel bintang 3, tapi pelayanannya sendiri masih asal-asalan, maka program baik pemerintah pun  nantinya akan kurang mendapat respon masarakat. “Kata Andis.

Begitu juga masalah ambulan gratis, seorang ibu di Kecamatan Padaherang yang akan melahirkan harus mengeluarkan biaya untuk penggunaaan ambulan. Artinya semua itu, kebijakan di tataran pemerintah daerah tidak serta merta mendapat dukungan oleh aparatur di bawahnya, dan ini tentunya akan menjadi preseden buruk untuk kebijakan serta niat baik pemerintah.

Kini masarakat pun menunggu kesungguhan niat Pemerintah Daerah Kabupaten Pangandaran untuk memenuhi kebutuhan dasar masarakat. Seperti pendidikan gratis, pelayanan kesehatan, raskin, ambulan gratis, pendidikan siswa berkarakter dan peningkatan daya beli masarakat. Dan pemerintah pun terlanjur menggembar-gemborkan, sehingga rakyat pun banyak berharap program tersebut secepatnya bisa terealisasi. Padahal untuk itu pemda perlu pengitungan anggaran yang tepat, perlu kesiapan para aparatur di bawahnya sehingga program tersebut bisa terwujud dengan perencanaan yang matang.

Sekarang masarakat jadi lupa dan tidak relistis, sebab pemerintahan depinitif baru seumur jagung. Perlu penataan tatanan birokrat sebagai pelaksana kebijakan, perlu regulasi sebagai dasar kebijakan pemerintah, perlu penghitungan anggaran yang cermat dan perlu kesiapan aparatur sebagai pelaksana dan pengawal kebijakan pimpinan. “Kami minta masarakat bersabar dan memaklumi, kami bekerja baru sekitar 3 bulan saja, maka wajar jika kami masih harus berbenah disana-sini. “Ungkap Bupati Pangandaran H. Jeje Wiradinta dalam acara pembubaran Tim Jihad di villa Kalijati milik H. Yos Rosbi beberapa waktu lalu. (5/3). (hiek).

Related

berita 6469044362367659608

Posting Komentar

emo-but-icon

item