BELUM DISERAHKAN KE PANGANDARAN, BPR BKPD PANGANDARAN DAN CIJULANG TAHUN 2016 MASIH JADI PAD CIAMIS.

PANGANDARAN-Akibat belum diserahkannya asset BPR BKPD Cijulang dan Pangandaran, menurut Direktur Utama BPR BKPD Pangandaran, Aep Sulaeman, hingga saat ini kedua BPR tersebut milik Kabuoaten Ciamis sebagai pemegang saham.

"Status BPR BKPD Pangandaran sampai saat ini masih milik Ciamis," ujarnya kepada salah satu media melalui telepon celullernya.(19/12).

Dengan begitu, lanjut Aep, 40 % yang diperoleh dari labanya pun akan tetap menjadin Penghasilan Asli Daerah (PAD).

"Sekitar Rp. 600 juta masih akan masuk ke PAD Ciamis. “jelas Aep lagi.

Sementara disoal nama BPR Surya Galuh sebagai nama dari hasil merger BPR BKP Pangandaran dan Cijulang, Bupati Pangandaran H. Jeje Wiradinata mengatakan, hingga saat ini BPR BKPD  tersebut masih bernama BPR BKPD Pangandaran dan BPR BKPD Cijulang.

"Kalau ada nama selain itu saya pastikan itu illegal, karena itu tidak ada legetimasi dari OJK (otoritas jasa keuangan-red). “tegas Jeje.

Jeje menambahkan, saat ini Pemkab Pangandaran sudah membentuk tim yang akan menginfentarisir seluruh asset milik Pangandaran, baik yang sudah diserahkan atau yang hingga saat ini belum diserahkan oleh Pemkab Ciamis.

“Menurut laporan, masih banyak asset yang belum diketahui fisiknya terrmasuk BKPD, PDAM dan eks Pasar Seni. “imbuh Jeje.

Dan khusus untuk masalah BPR BKPD Pangandaran dan Cijulang, lanjut Jeje, ia meminta pihak OJK untuk tidak mengeluarkan ijin dulu terkait perubahan nama BPR BKPD Pangandaran dan BPR BKPD Cijulang menjadi PT BPR Surya Galuh.

"Waktu itu saya dan Pa Wabup sudah datang ke OJK di Jakarta meminta agar OJK pusat melihat  undang-undang nomor 21 tahun 2012 tentang pemekaran Kab Pangandaran, dan saat itu OJK pun menyanggupi." katanya.

Jeje pun mengatakan, seandainya ada pasal di UU Nomer 21 yang tidak dilaksanakan, itu jelas merupakan sebuah pelanggaran Undang-undang. Dan jika bicara pelanggaran, tentunya ada sanksi sebagai konsekwensinya.

“Makanya saat ini kami pun terus melakukan komunikasi dengan ciamis terkait masalah ini. “imbuh Jeje lagi.

Sementara anggota DPRD Kab Pangandaran dari frkasi Partai Golkar, Drs. Tudi Hermanto mengatakan, pihaknya memberikan dukungan serta suport kepada Pemkab Pangandaran agar secepatnya bisa menyelesaikan persoalan aset yang belum diserahkan Ciamis.

Tudi pun meminta ketegasan Bupati Pangandaran untuk berkomitmen terhadap Undang Undang no 21 tahun 2012.

“Usia Kabupaten Pangandaran sekarang sudah 4 tahun, sedangkan di undang-undang 21 seluruh asset harus sudah diserahkan selambat-lambatnya 3 tahu pasca dilantiknya Pj bupati pertama april 2013. “ungkap Tudi.

Sebetulnya, menurut Tudi, sekarang bukan lagi saatnya bernegosiasi lagi tetapi untuk menuntut hak-haknya DOB Kabupaten Pangandaran dari Ciamis. Artinya, bukan masalah kacang luopa kulitnya, tetapi ini implementasi terhadap Undang-Undang 21 tersebut.

"DPRD sangat mensuport pemkabi untuk melakukan langkah-langkah kongkrit untuk segera  mengambil seluruh aset yang menjadi haknya Pangandaran sebagaimana yang diamanatkan  Udang-Undang 21, dan jika Ciamis bersikukuh tetap tidak melaksanakan, jelas itu pelanggaran terhadap undang-undang. "lanjut Tudi.

Kenapa Kabupaten Pangandaran hasil dari pemeriksaan BOPK sulit mendapatkan status WTP,  karena memang ada kaitannya dengan aset yang tidak tetap sehingga tidak sesuai dengan regulasi yang ada.

“Seharusnya Pemda Ciamis mau legowo dan tidak mempersulit, lagi pula ini bukan berarti bageur atau teu bageur, tetapi amanat undang-undang. “tegasnya lagi.

Masih terkait BPR BKPD, Tudi pun mengatakan, ia akan mempelajari lebih jauh lagi agar paham betul dan tahu langkah yang harus dilakukan Pemkab Pangandaran. (hiek).

Related

berita 2958922708666964607

Posting Komentar

emo-but-icon

item