MENGUAK LEGENDA BUMI RONGSOK PAPAYAN TASIKMALAYA

"..........Ngudag guligahna hate mapay-mapay wahangan ciwulan dina nyungsi carita teu betus titingal karuhun.. rumasa ati cidra ngahieuman panenjo jadi hahalang, balukar ngentabna seuneu nu geus nyaliara dina dada ulah rajawisuna.  tomada, seja unjuk salam. wakcana ati, seja bubumen nanceubkeun tohagana kai jati nu waras, pikeun memeres wangunan rusak.  pamundut, seja nyuprih piwuruk sepuh, cukang lantaran hiji rusiah nu dipendem dina ngaran jeung tempat sajarah Bumi rongsok…..”
 
Ada yang menarik dari Desa Papayan, sebuah hutan kecil bernama Bumi Rongsok yang berada persis ditengah pemukiman, berjarak sekitar 100 meter dari Kantor Desa Papayan. Hutan dengan luas area 500 m2 ini terlihat masih sangat alami dan warga setempat pun betul-betul menjaga kelestariannya serta sangat menghormati budaya dan adat istiadatnya. Di hutan tersebut masih ada pohon berusia ratusan tahun dengan aneka satwa, seperi, monyet dan lutung.

Memasuki kawasan tersebut, dari jalan raya nampak Gapura  Bumi Rongsok terlihat jelas, sementara sejarah Bumi Rongsok situsnya terletak di Kampung Demung Landung Desa Papayan Kecamatan Jatiwaras Kabupaten Tasikmalaya. Berada di dalam sebuah hutan kecil dengan aliran air kolam yang muncul dari balik sela rerimbunan dedaunan pohon berusia ratusan tahun. Sebuah altar ( peninggalan ) Bumi Rongsok menjadi saksi bisu munculnya riwayat jaman dahulu, saat nama dan tempat tersebut memiliki relevansi yang kuat dari sebuah rahasia dan perjalanan tokoh yang tersembunyi dibalik nama dan tempat sejarah Bumi Rongsok.

Kini Bumi rongsok selain merupakan sarana wisata religi juga merupakan suaka alam dan marga satwa. Sementara peninggalan lain yang bisa disaksikan disana, Batu/Menhir yang konon dulu berfungsi sebagai tempat penampungan air sementara batu panjang merupakan tempat ibadah sholat.
Dulu disana juga terdapat berbagai senjata pusaka yakni, seperti tumbak, pedang, keris, pisau, golok dan bokor, namun sayang pada tahun 1982 terjadi kebakaran di ibu kota desa ( sekarang  Desa kolot) mengakibatkan seluruh benda pusaka musnah terbakar.

Menurut legenda, yang memberi nama nama Bumi Rongsok sendiri adalah Eyang Bagus Jayadimantri, bumi artinya tempat tinggal dan rongsok artinya subur, ada juga yang mengartikan Bumi Rongsok yakni Gapura masuk tanah subur.

Dulunya Bumi Rongsok merupakan tempat tinggal para Eyang Dalem dan merupakan pusat penyebaran agama Islam pada abad 1700 M, karena di daerah itu sebelumnya masyarakatnya  penganut agama Hindu-Budha, dan konon, landung merupakan bekas perkampungan agama budha.

Adapun para tokoh penyebar Islam diantaranya, Eyang Dalem Bagus Jayadimantri, seorang ulama besar dari Banten, Eyang Sumapati dari Garut dan Eyang Raksabaya yang merupakan keturunan dari Sultan Mataram. Mereka masing-masing mendapat tugas menjadi penjaga keamanan di Bumi Rongsok. Dalam melakukan syiar Islam, Eyang Dalem Jayadimantri dibantu pengikut yang setia, Sumapatra, Sumanegara dan satu - satunya seorang wanita, Siti Saroh. Selain dibantu para pengawalnya, Eyang Dalem pun mendapat bantuan dari beberapa  pribumi, seperti, Embah Naya, Eyang Atna, Embah Rangga dan Uing Enok.

Asal muasal munculnya nama daerah Papayan, menurut cerita yang tersebar, diambil dari perjalanan sejarah seorang ulama dari Garut, Eyang Sumapati, yang terdampar di Landung.

Konon, saat pesantrennya hancur di terjang banjir besar, ia pun mencari tempat bermukim dengan cara apay- apayan ( menyusuri) sungai Ciwulan. Dengan menaiki sintung (tangkai buah kelapa) hingga berlabuh di Landung ( sekarang menjadi Demung Landung) dan bergabung dengan ulama lainnya untuk ikut menyebarkan Agama Islam  hingga akhir hayatnya.

Sementara menurut versi lainnya, munculnya nama Papayan berasal dari sebuah cerita  tenggelamnya beberapa santri penduduk seberang kali ciwulan yang hendak belajar mengaji. Saat itu Eyang Sumapati apay-apayan menyusuri sungai Ciwulan berusaha mencari jasad para santrinya, dan hingga kini nama tersebut berubah menjadi nama daerah, Papayan.

Seperti diketahui, hingga saat ini warga setempat masih setia menjaga serta ngamumule leuweung (hutan) Bumi Rongsok serta sampai saat ini pun dipercaya masyarakat disana masih memegang tatali karuhun, pengkuh pada bahasa pamali (tabu).  Seperti, saat ada warga yang akan melaksanakan hajatan (kenduri), tidak boleh menabuh alat musik goong. (TIM TASIK NEWS)

Related

TASIK NEWS 6717260039472522344

Posting Komentar

emo-but-icon

item