MASALAH BPR BKPD, KESEPAKATAN ATAU UU ?

PANGANDARAN-Kurang tegasnya Daerah Otonomi Baru (DOB) Kabupaten Pangandaran dan Ciamis sebagai Kabupaten Induk, persoalan pemindahan asset sampai saat ini masih terkatung-katung. Persoalan tersebut juga membawa dampak penilaian BPK terhadap pemerintahan Pangandaran dengan opini Wajar Dengan Pengecualian (WDP).

Dengan ditemukannya beberapa asset yang seharusnya sudah menjadi milik Pemkab Pangandaran, kenyataannya asset tersebut secara fisik tidak ditemukan saat pemeriksaan dilakukan BPK, dan ini akan terus berlanjut dengan opini WDP jika seluruh asset tersebut masih belum masuk ke pangandaran.

Sekarang tinggal tergantung ketegasan Pemkab pangandaran, apakah mau selamanya dengan opini WDP saat BPK memberikan hasil pemeriksaannya, atau segera membenahi persoalan asset yang seharusnya sudah pindah ke Pangandaran paling lambat 3 tahun pasca dilantiknya Pj Bupati pertama Pangandaran pertama tanggal 22 April 2013 seperti yang diamanatkan UU nomer 21 tahun 2012 pasal 14 ayat 3, “Penyerahan aset dan dokumen sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan paling lambat 3 (tiga) tahun sejak pelantikan Penjabat Bupati Pangandaran”.

Atau, seperti pernah dikatakan politisi Partai Golkar, Drs. Tudi Hermanto, masalahnya bukan kacang lupa kulitnya atau bager teu bageur anak ke induknya, tapi ini semata merupakan amanat Undang-undang yang harus dilaksanakan.

Atau seperti disampaikan anggota DPR RI, Agun Gunanjar Sudarsa saat menghadiri acara HUT Partai Golkar Kabupaten Pangandaran di Cigugur tahun lalu. Menurutnya, ia sangat paham sekali isi undang-undang 21 tersebut. Pasalnya, sebagai ketua komisi II saat itu, Agun ikut membidani pembuatan regulasi tersebut di komisinya.

“Saat itu saya menjadi ketua komisi II DPR RI, tentunya paham sekali subtansi dari undang-undang 21, jadi semuanya sudah jelas di atur di undang-undang itu. “ungkapnya saat itu.

Juga kata Bupati Ciamis, H. Iing Syam Arifin saat menghadiri acara raker Apdesi Kabupaten Ciamis di Hotel Sandaan awal tahun 2017 lalu. Iing mengatakan pada sejumlah awak media, pihaknya sudah malu dengan persoalan BUMD BPR BKPD yang sampai saat ini masih belum selesai.

Jadi persoalannya apa lagi, jika masalah menejmen BUMD yang selama ini jadi kendala, sebenarnya itu ada pada masalah teknis saja. Sama seperti asset-aset lainnya, seperti penyerahan sejumlah asset kendaraan. Persoalan mutasi dan Biaya Balik Nama (BBN) semua dilakukan dengan mudah ke kantor Samsat.

Seharusnya persoalan BPR BKPD pun sama seperti asset lainnya, masalah menejmen diposisikan pada teknis yang akan diurus Otoritas Jasa Keuangan (OJK), institusi yang memang punya otoritas masalah perbankan.
Hasil pertemuan terakhir antara pemkab Pangandaran dan Ciamis, dikatakan Bupati Pangandaran, H. jeje Wiradinata, kedua pemerintahan sedang sinkronisasi. Lho, apalagi yang belum sinkron ? persoalannya sudah jelas, ini amanat undang-undang yang harus dilaksanakan kedua pemerintahan.

Seharusnya Pemda Ciamis dan Pangandaran bercermin pada persoalan asset yang terjadi di Pemkab dan pemkot Tasikmalaya yang hingga beberapa tahun persoalan pemindahan asetnya terkatung-katung. Keduanya pemerintahan saling mengklaim, karena keduanya berpegang pada aturan yang dipegang masing-masih daerah.

Sedangkan peralihan asset Ciamis ke DOB Pangandaran sudah sangat jelas diatur pada pasal 14  UU nomer 21 tahun 2012. Jika selama ini ada yang mengatakan, masalah BPR BKPD sudah ada kesepakatan antara Ciamis dan Pangandaran, maka sudah jelas juga bahwa kesepakatan tersebut bukanlah aturan apalagi UU.  Jadi, kesepakatan atau Undang-undang ? (hiek).

Related

berita 5422074499684724349

Posting Komentar

emo-but-icon

item